Jumat, 18 Agustus 2017

SEJARAH KOPI JAWA

Pada th. 1696 Wali Kota Amsterdam Nicholas Witsen memerintahkan komandan VOC di Pantai Malabar, Adrian van Ommen utk membawa bibit kopi ke Batavia atau saat ini yg dimaksud Jakarta. Bibit kopi itu diujicoba pertama di area pribadi Gubernur-Jendral VOC Willem van Outhoorn di daerah yg saat ini di kenal sebagai Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Panenan pertama kopi Jawa, hasil perkebunan di Pondok Kopi segera di kirim ke Hortus Botanicus Amsterdam. Golongan biolog di Hortus Botanicus Amsterdam terkagum dapat mutu kopi Jawa. Menurut mereka mutu serta cita rasa kopi Jawa itu melampaui kopi yg pernah mereka pahami. Banyak ilmuwan lekas berkirim contoh kopi Jawa ke bermacam kebun raya di Eropa.

Kebun Raya Kerajaan punya Louis XIV di antaranya yg terima contoh kopi Jawa. Beberapa orang Prancis lekas perbanyak contoh kiriman serta mengirimkannya ke tanah jajahan mereka utk dibudidayakan, termasuk juga Amerika Tengah serta Selatan.

Selanjutnya dunia mengaku cita rasa yg mantap serta aromanya yg khas jadi daya tarik Kopi Jawa. Perdagangan kopi sangatlah benar-benar untungkan VOC, akan tetapi tdk buat petani kopi di Indonesia kala itu dikarenakan diterapkannya sistim cultivation.

Seiring bersamanya waktu, makna a Cup of Java keluar didunia barat, hal tersebut mengesankan kopi Indonesia persis dengan Kopi Jawa, walaupun masih tetap ada kopi nikmat yang lain seperti kopi Sumatera serta kopi Sulawesi. Kopi yg ditanam di Jawa Tengah umumnya merupakan kopi Arabika, dan di Jawa Timur, Kayu Mas, Blewan, serta Jampit umumnya merupakan kopi Robusta.

Di daerah pegunungan dari Jember sampai Banyuwangi masih banyak perkebunan kopi Arabika serta Robusta. Jember udah di kenal dunia sebagai daerah penghasil kopi Jawa yg bermutu serta nikmat. Produksi kopi Jawa dari model Kopi arabika yg kondang didunia udah buat banyak pebisnis Jawa berhasil berdagang kopi. Harga kopi arabika yg banyak dibuat di Jawa lebih mahal ketimbang kopi robusta.

Bahkan juga banyak negara didunia khususnya Amerika serta Eropa menyebutkan kopi persis Jawa. Produksi kopi Indonesia paling besar ke-3 didunia.

Pada th. 1696 Walikota Amsterdam Nicholas Witsen memerintahkan komandan VOC di Pantai Malabar, Adrian van Ommen utk membawa bibit kopi ke Batavia atau saat ini yg dimaksud JAKARTA. Bibit kopi itu diujicoba pertama di area pribadi Gubernur-Jendral VOC Willem van Outhoorn di daerah yg saat ini di kenal sebagai Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Panenan pertama kopi Jawa, hasil perkebunan di pondok kopi segera kirim ke Hortus Botanicus Amsterdam. Golongan biolog di Hortus Botanicus Amsterdam terkagum dapat mutu kopi Jawa. Menurut mereka mutu serta citarasa kopi Jawa itu melampaui kopi yg pernah mereka pahami.

Banyak ilmuwan lekas berkirim contoh kopi Jawa ke bermacam kebun raya di Eropa. Kebun Raya Kerajaan punya Louis XIV di antaranya yg terima contoh kopi Jawa. Beberapa orang Prancis lekas perbanyak contoh kiriman serta mengirimkannya ke tanah jajahan mereka utk dibudidayakan, termasuk juga Amerika Tengah serta Selatan.

Selanjutnya dunia mengaku Cita rasa yg mantap serta aromanya yg khas jadi daya tarik Kopi Jawa. Perdagangan kopi sangatlah benar-benar untungkan VOC, akan tetapi tdk buat petani kopi di Indonesia kala itu dikarenakan diterapkannya sistim cultivation.

Seiring bersamanya waktu, makna a Cup of Java keluar didunia barat, hal tersebut mengesankan kopi Indonesia persis dengan Kopi Jawa, walaupun masih tetap ada kopi nikmat yang lain seperti kopi Sumatera serta kopi Sulawesi.

Kopi yg ditanam di Jawa Tengah umumnya merupakan kopi Arabika, dan di Jawa Timur, Kayu Mas, Blewan serta Jampit umumnya merupakan kopi Robusta. Di daerah pegunungan dari Jember sampai Banyuwangi masih banyak perkebunan kopi Arabika serta Robusta. Jember udah dikenal dunia sebagai daerah penghasil kopi Jawa yg bermutu serta nikmat.

Sistim perdagangan kopi senantiasa berjalan walaupun lantas VOC dibubarkan serta Hindia Belanda diperintah oleh perintah Belanda. Kala Hermann Willem Daendels (1762-1818) memerintah, ia bangun jalan dari ujung barat pulau Jawa hingga ujung timur ialah Anyer hingga Panarukan.

Tujuannya utk meringankan transportasi prajurit Belanda serta surat-menyurat di tanah Jawa, argumen yang lain pastinya utk mempercepat biji kopi dari ujung timur pulau Jawa menggapai pelabuhan di Batavia yg sesudah itu dikapalkan ke Belanda utk dipasarkan ke Eropa.

Penderitaan akibat koffiestelsel lantas berlanjut dengan cultuurstelsel dengan sebutan lain sistim tanam paksa. Lewat sistim tanam paksa yg dibuat Johannes van den Bosch (1780-1844) ini, rakyat harus menanam komoditi ekspor punya pemerintah, termasuk juga kopi pada seperlima luas tanah yg di kerjakan, atau bekerja sepanjang 66 hari di perkebunan-perkebunan punya pemerintah.

Karena itu, berjalan kelaparan di tanah Jawa serta Sumatera pada th. 1840-an. Akan tetapi, atas cultuurstelsel itu, pulau Jawa jadi pensuplai biji kopi paling besar di Eropa. Pada th. 1830-1834 produksi Kopi Arabika Jawa menggapai 26. 600 ton, selang 30 th. lantas produksi kopi tadi bertambah jadi 79. 600 ton.

Perdagangan kopi sangatlah untungkan buat VOC, akan tetapi berfaedah sedikit utk petani Indonesia yg dipaksa menanamnya oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dengan cara teori, menghasilkan komoditas ekspor artinya membuahkan duwit buat masyarakat Jawa utk membayar pajak mereka.

Cultuursstelsel utk kopi ditempatkan di daerah Praenger Jawa Barat, pada praktiknya harga utk komoditas paling utama pertanian ini di-setting rendah yg sebabkan keadaan berat buat petani.

Kejatuhan kopi Jawa di mulai kala serangan penyakit karat daun menyerang.menimpa pada th. 1878. Tiap tiap perkebunan di semua Nusantara terserang hama penyakit kopi yg diakibatkan oleh Hemileia Vasatrix. Jawa Barat menjadi lokasi terparah akibat serangan hama penyakit karat daun.

Wabah ini membunuh seluruh tanaman arabika yg tumbuh di dataran rendah. Kopi arabika yg tersisa sebatas yg tumbuh di area setinggi dari 1. 000 mtr. diatas permukaan laut.

Sumber : http://lembahilmu.com/kopi-jawa/